A.
Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi)
pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system
penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.
B.
Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
1.
Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu
mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam
padahal tidak ada suara di sekitarnya.
2.
Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat
pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
3.
Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini
jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti
bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
4. Halusinasi kecap
(gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien
itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan
(taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang
meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi
ini disebut halusinasi heptik.
C.
Etiologi
Menurut
Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan
jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi
yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi
adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan
metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai
pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan
antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya
halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi
pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik
tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis
, psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan
, biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
D.
Psikopatologi
Psikopatologi dari
halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang
menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada
yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh
aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.
Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam
sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat
lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi
ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya
daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk
stimulus eksterna.
E.
Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi
cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata
pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah
atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di
alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).
F.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien
halusinasi dengan cara :
1.
Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk
mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan
agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan
di lakukan.
Di
ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2.
Melaksanakan program terapi dokter
Sering
kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di
telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3.
Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi
masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4.
Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di
ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien
ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5.
Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses
perawatan
Keluarga
pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar
laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu
tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Halusinasi
A.
Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada
dibawah ini yaitu :
1.
Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan
sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress.
ü Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan
hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
ü Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang
merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
ü Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
ü Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta
adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan
orientasi realitas.
ü Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum
diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.
Faktor Presipitasi
Yaitu
stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan
yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang
sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak
komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
3.
Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
ü Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh
sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh
lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
ü Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang
berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab
halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
ü Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual
ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua prilaku klien.
ü Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada
individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri.
Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting
dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
ü Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan
sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan
kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi
menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai
dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap
pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan
anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut
sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan
stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan
pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
B.
Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1.
Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain berhubungan dengan halusinasi.
2.
Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan
dengan menarik diri
3.
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah.
C.
Intervensi
ü Diagnoasa 1.: Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri
dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
ü Tujuan : Tidak terjadi
perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
ü Kriteria Hasil :
1.
Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan
saat ini secara verbal.
2. Pasien dapat menyebutkan
tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara memutuskan halusinasi dan
melaksanakan cara yang efektif bagi pasien untuk digunakan
3. Pasien dapat menggunakan
keluarga pasien untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering berinteraksi
dengan keluarga.
ü Intervensi :
·
Bina Hubungan saling percaya
·
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
·
Dengarkan ungkapan klien dengan empati
·
Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara
bertahap (waktu disesuaikan dengan kondisi klien).
·
Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang
berhubungan dengan halusinasi.
·
Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan
menggambarkan tingkah laku halusinasi.
·
Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan
dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi.
·
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
saat alami halusinasi.
·
Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan
bila sedang mengalami halusinasi.
·
Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
·
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara
memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien.
·
Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas
kelompok
·
Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika
mengalami halusinasi.
·
Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk
mengontrol halusinasi.
·
Bantu klien menggunakan obat secara benar
ü
Diagnosa 2.: Perubahan persepsi sensorik : halusinasi
berhubungan dengan menarik diri
ü
Tujuan : Klien mampu mengontrol halusinasinya
ü
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat dan mau
berjabat tangan.
2. Pasien mau menyebutkan
nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama.
3. Pasien dapat menyebutkan
penyebab klien menarik diri.
4. Pasien mau berhubungan
dengan orang lain.
5. Setelah dilakukan kunjungan
rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan keluarga
ü
Intervensi :
·
Bina hubungan saling percaya.
·
Buat kontrak dengan klien
·
Lakukan perkenalan
·
Panggil nama kesukaan
·
Ajak pasien bercakap-cakap dengan ramah
·
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien tidak mau bergaul/menarik diri
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien tidak mau bergaul/menarik diri
·
Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta yang mungkin jadi penyebab
·
Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaan
·
Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan
·
Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan
dengan melalui tahap-tahap yang ditentukan
·
Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai
·
Anjurkan pasien mengevaluasi secara mandiri manfaat
dari berhubungan
·
Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan pasien
mengisi waktunya.
·
Motivasi pasien dalam mengikuti aktivitas ruangan
·
Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan
·
Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya
dengan keluarga
·
Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik
diri, penyebab dan car a keluarga menghadapi
·
Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi
·
Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok
pasien minimal sekali seminggu.
ü Diagnosa 3.: Isolasi sosial
: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
ü Tujuan : Pasien dapat
berhubungan dengan orang lain secara bertahap
ü Kriteria Hasil :
1.
Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
2. Pasien dapat menyebutkan
efektifitas koping yang dipergunakan
3. Pasien mampu memulai
mengevaluasi diri
4. pasien mampu membuat
perencanaan yang realistik sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya
5. Pasien bertanggung jawab
dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencanan
ü Intervensi :
o
Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada
pada dirinya dari segi fisik.
o
Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya.
o
Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang menonjol
selama di rumah dan di rumah sakit.
o
Berikan pujian.
o
Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh
pasien
o
Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien.
o
Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien.
o
Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana penialian
pasien terhadap stressor.
o
Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor
mempengaruhi pikiran dan perilakunya.
o
Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan
tujuan yang tidak realistic.
o
Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping
yang dimiliki
o
Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang
cocok.
o
Diskusikan koping adaptif dan maladaptif.
o
Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang
maladaptive.
o
Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang
dapat merubah dirinya bukan orang lain
o
Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya
sendiri (bukan perawat).
o
Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan /
tujuannya.
o
Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan
yang diharapkan.
o
Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk
berkembang sesuai potensi yang ada pada dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes
R.I. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa, , 2000
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam
Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC, 1995
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC,
1987
Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga
Universitas Press, 1990
Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi
dengan Keluarga, CV. Sagung Seto, , 2001.
Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri,
EGC, 1997
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric
Nursing, EGC, 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar