BAB
1
Pendahuluan
A.
Latar
belakang
Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan
merupakan penyakit endemik di 90 negara berkembang. Bentuk yang paling sering
pada anak adalah tetanus neonatorum yang menyebabkan kematian
sekitar 500.000 bayi tiap tahun karena para ibu tidak diimunisasi. Sedangkan
tetanus pada anak yang lebih besar berhubungan dengan luka, sering karena luka
tusuk akibat objek yang kotor walaupun ada juga kasus tanpa riwayat trauma
tetapi sangat jarang, terutama pada tetanus dengan masa inkubasi yang lama.
SporaClostridium tetani dapat ditemukan dalam tanah dan pada
lingkungan yang hangat, terutama di daerah rural dan penyakit ini menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Negara berkembang.
Angka kejadian dan kematian karena
tetanus di Indonesia masih tinggi. Indonesia meru pakan negara ke-5 diantara 10
negara berkembang yang angka kematian tetanus neonatorumnya tinggi.
B.
Tujuan penulisan
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit
tetanus mencakup definisi, etiologi, patofisiologi, penegakkan diagnosis
khususnya gambaran dari pemeriksaan radiologis yang mungkin ditemukan, diagnosis
banding, serta penatalaksanaannya.
2.
Tujuan khusus
Agar kita sebagai mahasiswa/i akademi keperawatan lebih
mendalami tentang penyakit tetanus. Dan juga untuk memenuhi tugas makalah yang
diberikan oleh dosen pengajar.
C.
Ruang lingkup
Dalam penyusunan makalah in penulisi
hanya membahas atau menyampaikan tentang penyakit tetanus.
D.
Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis
menggunakan metode kepustakaan dimana penulis mempelajari buku-buku
yang dapat dijadikan referensi serta penulis juga menggunakan internet untuk
lebih memperlengkap data-data atau bahan-bahan yang sudah ada.
E.
Sistematika penulisan
Makalah ini penulis susun secara sistematis yang terdiri
dari 4 bab, yaitu :
Bab I : Pendahuluan, yang meliputi latar
belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, & sistematika penulisan
Bab II : Landasan teori,yang mencakup
pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan.
Bab III : Konep dasar asuhan keperawatan,yang
meliputi pengkajian,diagnosa keperawatan,intervensi ,implementasi ,dan
evaluasi.
Bab IV : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB 2
Tinjauan
pustaka
A.
Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan
dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin
kuman closteridium tetani .Penyakit ini mengenai sistem saraf yang
disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani.
Clostridium tetani merupakan
organisme obligat anaerob, batang gram positif, bergerak, ukurannya kurang
lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini menghasilkan
spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum
atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan
terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat
dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda.
Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk vegetatif
ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan
menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung
saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang.
Derajat
keparahan :
1. Derajat I (ringan) : Trismus
ringan sampai sedang, spastisitasgeneralisata, tanpa gangguan pernafasan,
tanpaspasme, sedikit atau tanpa disfagia.
2. Derajat II (sedang) : Trismus
sedang, rigiditas yang nampak jelas,spasme singkat ringan sampai sedang,
gangguanpernafasan sedang dengan frekuensi pernafasanlebihd dari 30 disfagia
ringan.
3. Derajat III (berat) : Trismus
berat, spastisitas generalsata, spasmerefleks berkepanjangan, frekuensi
pernafasan lebihdari 40, serangan apnea, disfalgia berat dantakikardia lebih
dari 120.
4. Derajat IV (sangat berat) :
Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardi terjadi
berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah
satunya dapat menetap.
B.
Etiologi
Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui tetepi
suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam
luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang
biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah
resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman
ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di
daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang
tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat
diduga melalui:
Ø Luka tusuk, gigitan binatang, luka
bakar
Ø Luka operasi yang tidak dirawat dan
dibersihkan dengan baik
Ø OMP, caries gigi
Ø Pemotongan tali pusat yang tidak
steril.
Ø Penjahitan luka robek yang tidak
steril
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram
positif, anaerob
obligat,
dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk
oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah
diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga
resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya.
BakteriClostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan
dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini
terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing,
kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh,
ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang
bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetanimenghasilkan
dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak
diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin
merupakan toksin yang cukup kuat.
C.
Patofisiologi
Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam
misalya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka
tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu
luka laserasi yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat luka bakar dan
patah tulang yang terbuka juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal
untuk pertumbuhan clostridium tetani.
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh,
memperbanyak diri dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial
oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas yang terinfeksi. Plasmid membawa
gena toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati
dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung oleh
ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan
kemudian diendositosis oleh saraf motoris, sesudah ia mengalami ia
mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin
keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron
penghambat spinal. Dimana toksin ini
menghalangi pelepasan neurotransmitter . Toksin tetanus dengan
demikian meblokade hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan
yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan
kontraksi maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada
tetanus.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic
berubah menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin.
Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi
jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis
jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin
disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang
axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi
sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang
toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan
ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin
menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. Masa
inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus,
yaitu:
1. Tetanus lokal : otot terasa sakit,
lalu timbul rigiditas dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu dan menghilang tanpa sekuele.
2.
Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul
mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit
kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik
— meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan
dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsung beberapa
detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3.
Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi
masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah
saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Menurut berat
gejala dapat dibedakan 3 stadium :
a.
Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b.
Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum
bila dirangsang.
c.
Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
E.
Pemeriksaan
penunjang
1. Darah
Glukosa
Darah
: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
BUN
: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat
Elektrolit
: K, Na (Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang )
Kalium
( N 3,80 – 5,00 meq/dl)
Natrium
( N 135 – 144 meq/dl)
2. Skull
ray : Untuk
mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi, Teknik untuk
menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
F.
Manifestasi
klinis
Masa tunas biasanya antara 5 – 10 hari
Yang pertama terserang adalah otot rahang sehingga
rahang kaku dan sulit dibuka (trismus ). Penderita kemudian mengalami kesulitan
menelan, dan gelisah
Selanjutnya muncul kaku kuduk, kaku tangan dan kaki, sakit
kepala, demam menggigil dan kejang umum
Otot muka khas kejangnya sehingga muka penderita seperti
orang menyeringai ( risus sardonikus )
Kejang otot perut, leher, dan punggung menyebabkan badan
melengkung ke belakang disebut epistotonus
Spasme otot spincter kandung kemih dan anus menyebabkan
retensi urine dan konstipasi
Kesadaran penderita baik, demikian juga saraf sensori
Selama kejang, otot dada, otot pernafasan, dan glotis ikut
kaku sehingga pernafasan terganggu dan penderita mengalami sianosis sampai
asfiksia yang sering fatal.
Gambaran umum yang khas pada tetanus :
Badan kaku dengan epistotonus
Tungkai dalam ekstensi
Lengan kaku dan tangan mengepal
Biasanya keasadaran tetap baik
Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
1. Rangsang suara, rangsang cahaya,
rangsang sentuhan, spontan
2. Karena kontriksi sangat kuat
dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada
anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik
2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
G.
Penatalaksanaan
1. Umum
a. Merawat dan membersihkan luka dgn
sebaik-baiknya
b. Diet cukup kalori dan protein (
bentuk makanan tergantung pada kemampuan membuka mulut dan menelan )
c. solasi klien untuk menghindari
rangsang luar seperti suara dan tidakan terhadap klien lainnya
d. Oksigen dan pernapasan buatan dan
tracheotomy kalau perlu
e. Mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit
2. Obat
– obatan
a. Anti
toksin : Tetan
us Imun Glubolin (TIG ) lebih dianjurkan pemakainnya di bandingkan dengan anti
tetanus serum (ATS) dari hewan. Dosis initial TIG adalah 5000 U IM (
dosis harian 500 – 6000 U ). Kalau tidak ada TIG diberi ATS dgn dosis 5000
U IM dan 5000 U IV atau pemberian ATS (anti tetanus serum) 20.000 U secara IM di
dahului oleh uji kulit dan mata
b. Anti
kejang
Obat
|
Dosis
|
Efek
samping
|
Diasepam
|
0,5 – 10 mg/kg BB /24 jam IM
|
Sopor, koma
|
Meprobamat
|
300 – 400 mg/4 jam IM
|
Belum
diketahui
|
Chlorpromazin
|
25 – 75 mg /4 jam IM
|
Hipotensi
|
Fenobarbital
|
50 – 100 mg / 4 jam IM
|
Depresi
nafas
|
H.
Prognosis
Prognosis tetanus ditentukan salah satunya adalah dengan
penatalaksanaan yang tepat dan dilakukan secara intensif. Penyakit tetanus pada
neonatus mempunyai case fatality rate yang tinggi (70-90%) sehingga bila
tetanus dapat didiagnosis secara dini dan ditangani dengan baik maka dapat
lebih menurunkan angka kematian.
I.
Komplikasi
a. Spasme
otot faring
b. Asfiksia
c. Ateletaksis
d. Fraktur kompresi
e. Jalan nafas : Aspirasi,
Laringuspasme/obstruksi, Obstruksi berkaitan dengan sedative
f. Respirasi : Apnea, Hipoksia ,Gagal
nafas tipe 1 (atelektasis, aspirasi,pneumonia), Gagal nafas tipe 2 ( spasme laringeal,spasme
trunkal berkepanjangan, sedasi berlebihan) ARDSK, komplikasi bantuan ventilasi berkepanjangan (seperti
pneumonia), komplikasi traneotomi (seperti stenosistrachea )
g. Kardiovaskuler: Takikardia,
hipertensi, iskemiaHipotensi, bradikardia Takiaritma, bradiaritma, Asistol,
gagal jantung
h. Ginjal : Gagal ginjal curah tinggi,
gagal ginjal oliguria
i.
Gastrointestinal : Statis gaster, ileus, pendarahan, diare
j.
Ruptur tendon akibat spasme.
J.
Pencegahan
1. Imunisasi aktif toksoid tetanus,
yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4 dan 5 bulan. Booster diberikan 1
tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun
2. Bila mendapat luka :
Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi
dan dicuci dengan H2O2
Pemberian ATS 1500 im secepatnya
Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat
imunisasi dasar 0,5 cc IM,
diberikan 1 x sebulan selama 3 bulan berturut – turut.
Bila luka bertahap berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg
BB/hari)
Asuhan Keperawatan
Kasus :
Pasien datang ke
RSUD Dr.H Slamet Martodirjo diantar keluarga tanggal 01 Mei 2014, kondisi
pasien demam dengan suhu 39,5o kejang otot. Saat anamnese keluarga pasien
mengatakan pasien tertusuk benda tajam di daerah kaki saat bermain sejak 5 hari
yang lalu tetapi pasien tidak memberi tahu orang tua sampai kemudian pasien
menggigil dan orang tua menemukan luka berwarna kehitaman di area kaki seputar
tumit pasien, keluarga mengatakan pasien terlihat mengejang dan mengepalkan
kedua tangannya saat ada rangsang cahaya dan sentuhan. Keadaan umum pasien gelisah, demam, menggigil,
kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.
Pengkajian :
Identitas
pasien
Nama : An. S No.
register : 399-65-21
Tetala : 23 april 2009
Alamat : Jl Bhayangkara
Umur : 5 thn
Jenis kelamin : Laki – laki
Suku bangsa : Madura / Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum kawin
Pendidikan : Pendidikan anak usia dini
Pekerjaan : -
Tanggal MRS : 01 Mei 2014
Diagnosa medis : Tetanus
Keluhan utama : Kejang
Identitas
keluarga
Ayah : Tn. B
Usia : 39 thn
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai negeri sipil
Agama : Islam
Ibu :
Ny. T
Usia : 35 thn
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke
RSUD Dr.H Slamet Martodirjo diantar keluarga tanggal 01 Mei 2014, kondisi
pasien demam dengan suhu 39,5o kejang otot. Saat anamnese keluarga pasien
mengatakan pasien tertusuk benda tajam di daerah kaki saat bermain sejak 5 hari
yang lalu tetapi pasien tidak memberi tahu orang tua sampai kemudian pasien
menggigil dan orang tua menemukan luka berwarna kehitaman di area kaki seputar
tumit pasien, keluarga mengatakan pasien terlihat mengejang dan mengepalkan
kedua tangannya saat ada rangsang cahaya dan sentuhan. Keadaan umum pasien gelisah, demam, menggigil,
kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.
Riwayat penyakit dahulu :
Ibu
pasien mengatakan saat pasien menggigil ditemukan luka berwarna kehitaman di
daerah tumit kaki. Ibu pasien juga mengatakan saat bayi pasien tidak pernah
mengalami kejang.
Riwayat kesehatan keluarga :
Pada
ayah dan ibu pasien tidak terdapat riwayat penyakit genetic seperti asma,
diabetes mellitus dan tidak memiliki penyakit menular seperti kusta dan lepra.
Riwayat ante – natal :
a. Tensi selama kehamilan : 120/80 mmhg
b. TT
(Tetanus Toxoid) : Sudah
diberikan 2x selama kehamilan
c. TB
dan BB :
Penambahan BB normal 6,5 – 16,5 kg
d. TFU : Usia
40 minggu 34cm diatas simpisis pubis
e. Tablet
Fe : Habis
90 tab selama kehamilan
f. PMS : Ibu
tidak memiliki riwayat PMS
g. Temu
wicara : Ibu
rutin mengikuti jadwal temu wicara
Riwayat natal :
a. Masa
kehamilan : 40 minggu
b. Tanggal
lahir : 23 april 2009
c. Penolong
: Bidan di klinik
Asyifa
d. Jenis
persalinan : Spontan
e. Lama
persalinan : 13 jam
f. Komplikasi : Tidak ada
g. Keadaan
bayi : BB/PB = 3000gr/ 49 cm
Riwayat
post – natal :
Perawatan tali pusat : Bersih, dilakukan bidan
Inkubasi period : 2 tahun
Period of onset : Belum pernah mengalami
Pemberian ASI : Menggunakan asi tanpa susu formula
Pemberian MP - ASI : Makanan sehat yang dimasak ibu
dirumah
Riwayat imunisasi :
0 – 7 hari
|
HBO
|
1 bulan
|
BCG,
Polio 1
|
2 bulan
|
DPT / HB 1, Polio 2
|
3 bulan
|
DPT
/ HB 2, Polio 3
|
4 bulan
|
DPT / HB 3, Polio 4
|
9 bulan
|
Campak
|
Riwayat psikososial :
a. Kebiasaan
anak bermain : sawah atau
halaman sekitar rumah
b. Higiene
sanitasi : kurang
begitu terawatt
Reaksi
hospitalisasi :
Pada
Anak : Anak menolak makan,
sering bertanya pada orang tua kadang juga menangis perlahan dan tidak
kooperatif pada petugas kesehatan.
Pada
Orang tua : Orang tua menerima saat
ada perubahan situasi dirumah dn dirumah sakit. Orang tua menyadari anaknya
sedang sakit dan butuh perawatan di rumah sakit,
Pola
aktivitas sehari – hari :
a.
Nutrisi
Sebelum
|
Saat
|
Anak
makan 3x sehari dengan porsi makan 1 piring
|
Anak tidak makan saat di rumah
sakit
|
b.
Cairan
Sebelum
|
Saat
|
Anak
minum banyak dirumah sekitar 8 gelas per hari
|
Anak tidak bisa minum saat di
rumah sakit
|
c.
Eliminasi
Sebelum
|
Saat
|
Anak
bab rutin 1x sehari dengan konsistensi lunak dan berwarna kuning serta bak
sekitar 4 jam sekali berwarna kuning dan berbau khas
|
Anak tidak bab selama mrs dan
kemampuan berkemih hanya 2x sehari.
|
d.
Istirahat
tidur
Sebelum
|
Saat
|
Anak
tidur nyenyak selama dirumah dengan rentang waktu 10 jam sehari
|
Anak tidak dapat tidur selama mrs
|
e.
Olahraga
Sebelum
|
Saat
|
Anak
kadang berolahraga lri pagi bersama ayahnya
|
Selama mrs anak tidak berolahaga
|
f.
Personal
hygiene
Sebelum
|
Saat
|
Kebersihan
anak terjaga, mandi 3x sehari
|
Kebersihan diri anak dibantu
orang tua dan petugas
|
g.
Aktifitas
Sebelum
|
Saat
|
Anak
mampu melakukan aktivitas seperti bersekolah
|
Anak tidak dapat melakukan
aktivitas
|
h.
Rekreasi
Sebelum
|
Saat
|
Anak
kadang berlibur bersama orang tua
|
Anak tidak dapat berekreasi
|
Pemeriksaan
fisik
Keadaan umum : Pasien gelisah, lemah, konjungtiva
anemis, wajah pucat, demam, menggigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai
Tanda
– tanda vital
TD : 160 / 60
mmhg
Nadi : 105 x/menit
Suhu : 39,5 o C
RR : 60 x /
menit
BB sebelum sakit : 18 kg
BB saat sakit : 10 kg
TB : 100 cm
Body
system :
a. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia
dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
b. Sistem kardio vaskuler; disritmia,
takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-40 C atau febril,
terminal 43-44 C
c. Sistem Neurolgis; (awal)
irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf
otak.
d. Sistem perkemihan; retensi urine
(distensi kandung kencing dan urine out put tidak ada/oliguria)
e. Sistem pencernaan; konstipasi akibat
tidak adanya pergerakan usus.
f. Sistem integumen dan muskuloskletal;
nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului
trismus, spasme otot muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata, otot-otot
kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status
konvulsi dan kejang umum.
Pemeriksaan penunjang :
Glukosa
Darah : 150 mq/dl)
Ureum
/ BUN : 50 mq/dl
Kalium : 7 meq/dl
Natrium : 110 meq/dl
Leukosit : 17.000
GDA :
< 140 mg/dl
Bilirubin direk : 0,25
Bilirubin total : 1,00
SGOT : 37 U/L
SGPT : 40 U/L
PH :
7,45 mmHg
PO2 :
110 mmHg
PCO2 :
30 mmHg
Diagnosa
keperawatan :
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan spasme otot pernafasan.
b. Gangguan pola nafas berhubungan
dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.
c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
berhubungan dengan invasi kuman(bakterimia)
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
e. Risiko terjadi cedera berhubungan
dengan sering kejang
f. Risiko terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
g. Hubungan interpersonal terganggu
berhubungan dengan kesulitan bicara
h. Gangguan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
i.
Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit
tetanus dan penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
j.
Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan reaksi
hospitalisasi
Analisa Data
Data
|
Masalah
|
Etiologi
|
Ds : -
Do :
RR : 60x/menit
PO2 :
110 mmHg
PCO2 :
30 mmHg
|
Kebersihan jalan nafas tidak
efektif
|
Spasme otot pernafasan
|
Ds : -
Do :
Suhu : 39,5 o C
Px terlihat menggigil
Takikardi
Nadi : 105x/menit
Leukosit : 17.000
|
Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
|
Invasi kuman
|
Ds : -
Do :
Keadaan umum : lemas
Porsi makan 1 piring
Wajah pucat
Konjungtiva anemis
|
Pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan
|
Kekakuan otot pengunyah
|
Intervensi keperawatan
Dx.1.Kebersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot pernafasan, ditandai
dengan RR : 60x/menit, PO2 : 110 mmHG, PCO2 : 30
mmHg
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
a. Pernafasan
normal 50x/menit
b. PO2
: 80-100 mmHg
c. PCO2
: 40-50 mmHg
Intervensi
|
Rasional
|
Implementasi
|
Bebaskan
jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
|
Secara anatomi posisi kepala
ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses
respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas
|
Membebaskan jalan nafas dengan
mengatur posisi kepala ekstensi
|
Pemeriksaan
fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap
2-4 jam sekali
|
Ronchi menunjukkan adanya
gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian
dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan
nafas
|
Memeriksaan fisik dengan cara
auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali
|
Oksigenasi
|
Pemberian oksigen secara adequat
dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia
|
Memberikan oksigenasi
|
Observasi
tanda-tanda vital tiap 2 jam
|
Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul
takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
|
Mengobservasi tanda-tanda vital
tiap 2 jam
|
Dx.2.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
berhubungan dengan invasi kuman (bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh
39,5o C , pasien menggigil, takikardi, nadi : 105x/menit, sel darah
putih : 17.000 /mm3
Tujuan
: Suhu tubuh normal
Criteria
:
a. Suhu
: 39,5 oC
b. Leukosit
: 5000 – 10.000/mm3
Intervensi
|
Rasional
|
Implementasi
|
Atur
suhu lingkungan yang nyaman
|
Iklim lingkungan dapat
mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi
melalui proses evaporasi dan konveksi
|
mengatur suhu lingkungan yang
nyaman
|
Pantau
suhu tubuh tiap 2 jam
|
Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah
syok
|
Memantau suhu tubuh tiap 2 jam
|
Berikan
hidrasi atau minum ysng cukup adequat
|
Cairan-cairan membantu
menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam
|
Memberikan hidrasi atau minum
ysng cukup adequat
|
Berikan
kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang
|
Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi
|
Memberikan kompres dingin bila tidak terjadi
ekternal rangsangan kejang
|
Kompres
dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi
|
Obat-obat antibakterial dapat
mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau
bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi
untuk mengantisipasi panas
|
Mengompres dingin merupakan salah
satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduks
|
Kolaboratif
dalam pemeriksaan lab leukosit
|
Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih
dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti
perkembangan pengobatan yang diprogramkan
|
Berkolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit
|
Dx.3.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang,
k/u lemah, porsi makan 1 piring, wajah pucat, konjungtiva anemis.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil :
a. BB
optimal
b. Intake
inadekuat
c. Porsi
makan 3x sehari
Intervensi
|
Rasional
|
Implementasi
|
Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya
makanabagi tubuh
|
Dampak dari tetanus
adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan
menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan
yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam
program diit
|
Menjelaskan faktor
yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi tubu
|
Kolaboratif :
Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
Pemberian carian per IV line Pemasangan NGT |
Diit yang diberikan
sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi. NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat |
Kolaboratif :
Memberikan diit
TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
Pemberian carian per IV line & pemasangan NGT |
Diagnosa
|
Evaluasi
|
Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan spasme otot pernafasan, ditandai dengan RR : 60x/menit, PO2 : 110 mmHG, PCO2 : 30 mmHg
|
S : -
O :
RR : 50x/menit
PCO2 : 40 mmHg
PO2 : 90 mmHg
A :
Masalah teratasi
P :
Intervensi dihentikan |
Peningkatan
suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan invasi kuman (bakterimia) yang
dditandai dengan suhu tubuh 39,5o C , pasien menggigil, takikardi,
nadi : 105x/menit, sel darah putih : 17.000 /mm3
|
S : -
O :
Suhu : 37oC
Nadi : 90x/menit
Leukosit : 10.000 /mm3
A :
Masalah teratasi
P :
Intervensi dihentikan
|
Pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang
ditandai dengan intake kurang, k/u lemah, porsi makan 1 piring, wajah pucat,
konjungtiva anemis
|
S : -
O :
Konjungtiva tidak anemis
BB normal
K/u baik
Porsi makan 3 piring
|
BAB
3
Penutup
a.
Kesimpulan
Penyakit tetanus adalah penyakit
infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan
kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Tetanus
adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran.Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani,
tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.
b.
Saran
Dalam melakukan
praktek asuhan keperawatan agar mempersiapkan diri dengan membaca literature
tentang penyakit Tetanus sehingga dalam melaksanakan sesuai dengan
teori dan bersenambungan baik dalam pendokumentasian maupun dalam pelaksanaan
keperawatan, dan meningkatkan komunikasi dengan perawat ruangan atau tim
kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, ME. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit
Dalam. Universitas Indonesia Press :Jakarta.
Theodore R. 1993. Ilmu Bedah.
EGC :Jakarta
Best casino online: gambling in the US - Dr.MD
BalasHapusAmerican Casinos · 김해 출장마사지 How To Play at the Top Casino 제주 출장샵 Online 부천 출장안마 · How to Start Playing 경상북도 출장마사지 · Is 동해 출장마사지 it legal to gamble online at a U.S. casino?