MAKALAH MATAKULIAH
P A T O L O G I
“ Gagal Jantung ”
Disusun Oleh :
Selly Dwi Oktimerdhani
1A/ 12.036
PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN
AKADEMI KEPERAWATAN
2012/2013
KATA
PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan penugasan makalah Patologi ini dengan
judul “Gagal Jantung” sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam
penyelesaian ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat.
1. Bapak Kuzzairi, S.Kep. Ns.
M.Hum, selaku dosen pengajar mata kuliah
Patologi yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan,
pengarahan, dan bimbingan beserta saran dari awal sampai akhir penulisan
makalah ini.
2. Kedua orang tua kami,
saudara kami serta semua anggota keluarga kami yang telah memberikan dukungan
moral, materi, dan spiritual selama menyelesaikan makalah ini.
Penyusun
berharap semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan
bagi penyusun sendiri pada khususnya. Semoga makalah ini dapat melancarkan
penyusun dalam penyusunan atau penugasan makalah selanjutnya. Dan kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang
dimiliki penyusun, karena itu kami berharap saran dan kritik dari semua pihak
yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Pamekasan,
13 April 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.....................................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................................................
1.3 Tujuan
Masalah....................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi.................................................................................................................................
2.2 Etiologi
................................................................................................................................
2.3 Patogenesis dan
Patofisiologi.............................................................................................
2.4 Manifestasi
Klinis................................................................................................................
2.5 Komplikasi
..........................................................................................................................
2.6 Prognosis
............................................................................................................................
2.7 Pemeriksaan
Diagnostik.....................................................................................................
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan............................................................................................................................
3.2
Saran......................................................................................................................................
|
i
ii
iii
1
2
2
3
4
5
11
11
13
13
15
15
|
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan
sehar-hari sering kita menjumpai berbagai macam penyakit yang
membahayakan kehidupan manusia, salah satu penyakit yang sering kita jumpai
yaitu penyakit yang berhubungan dengan jantung manusia. Penyakit yang cukup
berbahaya bagi manusia yaitu salah satunya penyakit gagal jantung yang
merupakan gagalnya fungsi jantung untuk memompakan darah keseluruh tubuh, gagal
jantung harus segera ditangani karena apabila tidak cepat untuk
ditangani maka akan berakibat fatal bagi orang tersebut.
Disfungsi mekanis jantung memiliki spektrum luas yang berkisar dari gagal
jantung ringan terkompensasi sampai syok kardiogenik. Istilah gagal jantung
mempunyai arti berlawanan yang cukup mengherankan, disatu pihak gagal jantung
mudah dimengerti sebagai suatu sindrom klinis, tetapi dilain pihak gagal
jantung merupakan keadaan patofisiologis yang sangat bervariasi dan kompleks.
Kompleksnya keadaan ini terbukti dari banyaknya jenis penyakit yang dapat
menimbulkan gagal jantung. Gagal jantung sering ditemukan sebagai komplikasi
penyakit jantung iskemik.
Disfungsi mekanis jantung dan metode bantuan sirkulasi lebih
dipertimbangkan berdasarkan efek-efeknya terhadap tiga penentu utama fungsi
miokardium, yaitu : beban awal (preload),
kontraktilitas, dan beban akhir (afterload).
Kerangka pikir ini digunakan karena gagal jantung dan respons kompensatoriknya
mengakibatkan kelainan pada setiap hal ini.
Gagal jantung adalah merupakan suatu
sindrom, bukan diagnosa penyakit. Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga
mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang
buruk. Prevalensi CHF adalah tergantung umur (age-dependent). Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada
usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya
angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF yang meningkat
juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai
hipertensi akan mungkin berakhir dengan CHF. Selain itu semakin
membaiknya angka keselamatan (survival)
post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah lansia
dengan resiko mengalami CHF.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai
berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan gagal jantung?
2.
Bagaimana terjadinya gagal jantung?
3.
Apa saja etiologi dari gagal jantung?
4.
Bagaimana patogenesis dan patofisiologi dari gagal jantung?
5.
Apa saja manifestasi klinis dari gagal jantung?
6.
Apa saja komplikasi yang disebabkan oleh gagal jantung?
7.
Bagaimana gambaran prognosis dari gagal jantung?
8.
Apa saja pemeriksaan diagnostik pada penderita gagal jantung?
1.3
Tujuan Masalah
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penyusun dalam hal atau
gambaran patologi tentang penyakit gagal jantung. Serta untuk salah satu syarat
dalam penugasan makalah mata kuliah Patologi tahun ajaran 2012/2013.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri dari jaringan
fibrosa, otot-otot jantung dan jaringan konduksi listrik. Jantung mempunyai
fungsi utama untuk memompakan darah. Hal ini dapat dilakukan dengan baik bila
kemampuan otot jantung untuk memompa cukup baik, sistem katupnya sendiri serta
irama pemompaan yang baik. Bila ditemukan ketidak normalan pada salah satu di
atas maka akan mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat
menyebabkan kegagalan memompa.
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Ciri penting dari
definisi ini adalah (1) gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh, dan (2) penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa
jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada
kelainan fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal
jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan
mencegah berkembang menjadi kegagalan jantung sebagai suatu pompa.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan
gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan sistem kardiovaskular
untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Definisi ini mencakup segala
kelainan sirkulasi yang mengakibatkan tidak memadainya perfusi jaringan,
termasuk perubahan volume darah, tonus vaskular, dan jantung. Gagal jantung
kongestif adalah keadaan saat terjadi
bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal
jantung kongestif perlu dibedakan dari istilah yang lebih umum yaitu kongesti sirkulasi,
yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah
pada gagal jantung atau akibat sebab-sebab diluar jantung (misal, transfusi
berlebihan atau anuria).
2.2
Etiologi
Gagal jantung
adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kengenital.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan
yang (1) meningkatkan beban awal, (2) meningkatkan beban akhir, atau (3)
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir
meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung
gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel
(misal, stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung.
Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung
mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan
pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali
bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme
yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung
sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis.
Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF dalam perkembangan gagal jantung.
Jantung normal tidak menghasilkan TNF; namun jantung mengalami kegagalan
menghasilkan TNF dalam jumlah banyak.
Demikian juga
tidak satu pun penjelasan biokimia yang diketahui berperan dalam mekanisme
dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan gangguan
kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan penyebabnya adalah
kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi
protein kontraktil.
Faktor-faktor
yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang
mendadak dapat berupa (1) distrimia, (2) infeksi sistemik dan infeksi
paru-paru, dan (3) emboli paru. Distrimia akan mengganggu fungsi mekanis
jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis;
respons mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya
ritme jantung yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara
mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan dan
memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis
penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya gagal jantung.
2.3
Patogenesis dan
Patofisiologi
1.3.1 Patogenesis
Gagal jantung
sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD / index of event) yang mengakibatkan remodeling
struktural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan
menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.
Remodeling
struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi
sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung asimtomatik).
Sindrom gagal jantung yang simtomatik akan tampak bila timbul faktor
presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan
kehamilan
1.3.2 Patofisiologi
Bila cadangan
jantung normal untuk berespon terhadap stres tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan
akibatnya gagal jantung. Pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara
nyata dapat mengakibatkan kegagalan. Gagal jantung sangat sederhana dan dengan
tepat didefinisikan pada tahun 1933 oleh Lewis sebagai kondisi dimana jantung
gagal untuk mengeluarkan isinya secara adekuat. Diperkirakan bahwa 10% dari
populasi lansia berusia 75 tahun mengalami beberapa derajat gagal jantung.
Prognosis untuk gagal jantung lebih buruk, dan dengan pengaruh berat pada
fungsi ventrikel kiri mempunyai laju mortalitas 50% dalam setahun.
Penyebab
terjadinya kegagalan jantung adalah distrimia, malfungsi katup, abnormalitas
otot jantung, dan ruptur miokard. Dimana ruptur miokard dibagi menjadi ruptur
otot papilaris, ruptur septum interventrikular, dan ruptur ventrikel kiri.
Ada beberapa
hal yang mempengaruhi patofisiologi gagal jantung, yaitu :
a. Mekanisme Dasar
Kelainan
intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit
jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir
diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel.
Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan
LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan
tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler
paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi
cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan
terjadilah edema paru.
Tekanan
arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru.
Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan
dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi
fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup
atroventrikularis atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae
akibat dilatasi ruang.
b. Respon Kompensatorik
Sebagai
respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat,
yaitu :
1. Meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis
2. Meningkatnya beban awal
akibat aktivasi sistem renin-angiotensi-aidosteron
3. Hipertrofi ventrikel.
Ketiga
respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada
keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung,
kompensasi menjadi semakin kurang efektif.
c. Peningkatan Aktivitas
Adrenergik Simpatis
Menurunnya
volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis
kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran
katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut
jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.
Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan
arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
organ-organ yang metabolismenya rendah (misalnya kulit dan ginjal) untuk
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan
aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan
kontraksi sesuai dengan hukum Starling.
Seperti
yang diharapkan, kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal
jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada
katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.
Namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
Dalam
keadaan normal, katekolamin menghasilkan efek inotropik positif pada ventrikel
sehingga menggeser kurva ke atas dan ke kiri. Berkurangnya respons ventrikel
yang gagal terhadap rangsangan ketekolamin menyebabkan berkurangnya derajat
pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan
observasi yang menunjukkan bahwa cadangan norepinefrin pada miokardium menjadi
berkurang pada gagal jantung kronis.
d. Peningkatan Beban Awal
melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensi-Aidosteron
Aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban
awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum Starling.
Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
pada gagal jantung masih belum jelas. Namun, diperkirakan terdapat sejumlah
faktor seperti rangsangan simpatis adrenergik pada reseptor β di dalam aparatus
jukstaglomerulus, respons reseptor makula densa terhadap perubahan pelepasan
natrium ke tubulus distal, dan respons baroreseptor terhadap perubahan volume
dan tekanan darah sirkulasi.
Apapun
mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai
serangkaian peristiwa berikut :
1. Penurunan aliran darah
ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
2. Pelepasan renin dari
aparatus jukstaglomerulus
3. Interaksi renin dengan
angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin II
4. Konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II
5. Rangsangan sekresi
aldosteron dari kelenjar adrenal
6. Retensi natrium dan air pada
tubulus distal dan duktus pengumpul. Angiotensin II juga menghasilkan efek
vasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah.
Pada
gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya
perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati, sehingga kadar
aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik akan meningkat pada
gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada
duktus pengumpul.
Saat
ini sedang diselidiki adanya peranan faktor natriuretik atrium (atrial natriuretik factor, ANF) pada
gagal jantung. ANF adalah hormon yang disintesis pada jaringan atrium. Peptida
natriuretik tipe B (BNP) terutama disekresi melalui ventrikel. Natriuretik
peptida dilepaskan akibat meningkatnya tekanan atau volume intrakardia dan
menekan sitem renin-angiotensin-aldosteron. Konsentrasi peptida dalam plasma
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normalnya pada penderita gagal jantung
dan pada penderita gangguan jantung yang tidak bergejala. Hormon memberikan efek
diuretik dan natriuretik dan merelaksasi otot polos. Namun demikian, efek
diuretik dan natriuretik dipengaruhi faktor kompensatorik yang lebih kuat yang
menyebabkan retensi garam dan air serta vasokontriksi.
e. Hipertrofi Ventrikel
Respons
kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertropi miokardium atau
bertambahnya tebal dinding. Hipertropi meningkatkan jumlah sarkomer dalam
sel-sel miokardium; sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial
bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.
Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan
disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang
dalam. Respons miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta,
ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini
diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial.
Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi
eksentris. Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium akan
meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.
f.
Mekanisme Kompensatorik lainnya
Mekanisme
lain bekerja pada tingkat jaringan untuk meningkatkan hantaran oksigen ke
jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) plasma meningkat sehingga
mengurangi afinitas hemoglobin dengan oksigen. Akibatnya, kurva disosiasi
oksigen-hemoglobin bergeser ke kanan mempercepat pelepasan dan ambilan oksigen
oleh jaringan. Ekstraksi oksigen dari darah ditingkatkan untuk mempertahankan
suplai oksigen ke jaringan pada saat curah jantung rendah.
g. Efek Negatif Respons
Kompensatorik
Awalnya,
respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan, namun
akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala meningkatkan kerja
jantung dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri dan redistribusi aliran
darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena serta
menimbulkan gelaja dan tanda (misalnya berkurangnya jumlah keluaran urine dan
kelemahan tubuh). Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan
memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen
miokardium (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan
rangsangan simpatis labih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2.
Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan
suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan
miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah
meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
2.4
Manifestasi Klinis
Berdasarkan
bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas
gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala
dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.
Pada gagal
jantung kiri terjadi dyspneu d’effort,
fatig, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung,
irama derap, ventricular heaving,
bunyi derap S3 dan S4, pernapasan Cheyne Stokes,
takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal
jantung kanan timbul fatig, edema, liver
engorgement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan
hipertrofi jantung kanan, heaving
ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru
kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites,
hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting. Sedangkan pada gagal jantung
kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas, yaitu :
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
|
:
:
:
:
|
Bila pasien dapat
melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Bila pasien tidak dapat
melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
Bila pasien tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
Bila pasien sama sekali
tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan harus tirah baring
|
2.5
Komplikasi
Gejala gagal
jantung dapat terjadi dalam berbagai derajat beratnya penyakit. Pada infark
miokard akut, gangguan jantung telah dengan mudah dan bermanfaat
diklasifikasikan oleh Killip dalam empat kelas : I, tidak ada kegagalan; II,
kegagalan ringan sampai sedang; III, edema pulmonal akut; dan IV, syok
kardiogenik.
Pada awalnya,
kegagalan ringan (Killip kelas II) dan kronik sering dicirikan dengan S3,
peningkatan frekuensi jantung (biasanya irama sinus), dan kemungkinan crackles
halus pasca batuk rejan (rale) pada dasar paru. Selain itu, bukti kongesti
vaskular pulmonal (sering tanpa edema pulmonal) sering terlihat pada
ronsenogram dada, dan distrimia mungkin ada : kontraksi atrium prematur,
fibrilasi atrium, flutter atrium, takikardia atrium peroksismal, dan irama
pertemuan. Pasien mungkin merasa nyaman pada istirahat atau mengalami gejala
curah jantung rendah atau kongesti vaskular pulmonal. Gejala-gejala meningkat
pada aktivitas.
Edema pulmonal
akut (Killip kelas III) adalah situasi yang mengancam hidup yang dicirikan oleh
transudasi cairan dari kapiler pulmonal ke dalam area alveolar, dengan akibat
dispnea ekstrem dan ansietas. Perawatan segera diperlukan untuk menyelamatkan
hidup pasien.
Syok
kardiogenik (Killip kelas IV) adalah sindroma kegagalan memompa yang paling
mengancam dan dihubungkan dengan mortalitas paling tinggi, meskipun dengan
perawatan yang agresif. Syok kardiogenik diketahui secara klinis melalui :
-
Tekanan sistolik darah kurang dari 80 mmHg (sering tidak dapat
diukur)
-
Nadi lemah yang sering cepat
-
Kulit pucat, dingin, dan berkeringat yang sering kali sianosis
-
Gelisah, kekacauan mental, dan apatis
-
Kemungkinan perubahan status mental
-
Penurunan atau tak adanya haluaran urin
Manifestasi
syok ini menunjukkan ketidakadekuatan jantung sebagai pompa dan biasanya
menunjukkan kerusakan dalam jumlah besar dari otot jantung (40% atau lebih
massa ventrikel kiri).
Pada beberapa
pasien dengan hipertensi arteri jangka panjang bermakna akan mempunyai
manifestasi syok kardiogenik pada tekanan normal secara relatif. Orang ini
memerlukan tekanan tinggi untuk perfusi organ vital dan mempertahankan
viabilitas. Pengetahuan tentang riwayat tekanan darah sebelumnya adalah
pengenalan yang sangat penting terhadap pasien. Tidak semua situasi klinis syok
kardiogenik dihubungkan dengan curah jantung tidak adekuat. Tergantung pada
perubahan situasi, seperti demam, curah jantung kadang-kadang mungkin normal
atau bahkan meningkat.
Kegagalan untuk
menurunkan mortalitas unit perawatan koroner di bawah 10% sampai 20% adaalh
karena secara besar hanya bentuk perbaikan dalam penatalaksanaan dan mortalitas
sindrom kegagalan memompa berat, khususnya syok kardiogenik. Laju mortalitas
untuk syok kardiogenik masih pada 81%, dan lebih dari sepertiga kasus ini
ditemukan pada dokumen autopsi pembuluh koroner mayor, atau kerusakan struktur
miokard berat.
2.6
Prognosis
Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi
miokardium. Menurut New York Heart
Assosiation (NYHA), CHF kelas
I-III didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25% dan 52%.
Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%.
2.7
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik pada pasien gagal jantung berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
jasmani, elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan
kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal
jantung kongestif dimana terdapat dua kriteria, yaitu kriteria major dan
kriteria minor.
Kriteria Major
·
Paroksismal nokturnal dispnea
·
Distensi vena leher
·
Ronki paru
·
Kardiomegali
·
Edema paru akut
·
Gallop S3
·
Peninggian tekanan vena jugularis
·
Refluks hepatojugular
|
Kriteria Minor
·
Edema ekstremitas
·
Batuk malam hari
·
Dispnea d’effort
·
Hepatomegali
·
Efisi pleura
·
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari ormal
·
Takikardia (>120/menit)
|
Dimana pada
major atau minor penurunan BB ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis gagal
jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
Pada
pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke lardiomegali, corakan vaskular paru
menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru,
dan efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang
mendasari seperti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan Hb, elektrolit, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid
dilakukan atas indikasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa penyakit gagal jantung merupakan
penyakit yang tergolong sangat berbahaya, karena menyerang organ vital dari
tubuh manusia. Oleh karena itu harus segera ditangani,
apabila tidak segera ditangani maka akan dapat
menyebabkan kematian bagi penderita.
3.2 Saran
Berdasarkan
simpulan yang telah diuraikan di atas, penyusun mengemukakan saran bahwa bagi penderita gagal jantung agar melakukan pemeriksaan selalu guna
mengetahui sejauh mana kondisi dan seberapa parah penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hudak dan Gallo. 1997. Keperawatan
Kritis Pendekatan Holistik Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2009. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar