Cari Blog Ini

Senin, 08 Juli 2013

Makalah Patologi Gagal Jantung

MAKALAH MATAKULIAH
P A T O L O G I
“ Gagal Jantung ”


 


Disusun Oleh :
Selly Dwi Oktimerdhani
1A/ 12.036


PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN
AKADEMI KEPERAWATAN
2012/2013




KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan penugasan makalah Patologi ini dengan judul “Gagal Jantung” sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penyelesaian ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat.
1.     Bapak Kuzzairi, S.Kep. Ns. M.Hum,  selaku dosen pengajar mata kuliah Patologi yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, pengarahan, dan bimbingan beserta saran dari awal sampai akhir penulisan makalah ini.
2.    Kedua orang tua kami, saudara kami serta semua anggota keluarga kami yang telah memberikan dukungan moral, materi, dan spiritual selama menyelesaikan makalah ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penyusun sendiri pada khususnya. Semoga makalah ini dapat melancarkan penyusun dalam penyusunan atau penugasan makalah selanjutnya. Dan kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki penyusun, karena itu kami berharap saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


Pamekasan, 13 April 2013

Penyusun






DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang.....................................................................................................................
1.2   Rumusan Masalah................................................................................................................
1.3   Tujuan Masalah....................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1     Definisi.................................................................................................................................
2.2    Etiologi ................................................................................................................................
2.3    Patogenesis dan Patofisiologi.............................................................................................
2.4    Manifestasi Klinis................................................................................................................
2.5    Komplikasi ..........................................................................................................................
2.6    Prognosis ............................................................................................................................
2.7    Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................................................
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................
3.2 Saran......................................................................................................................................
i
ii
iii

1
2
2

3
4
5
11
11
13
13

15
15
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Dalam kehidupan sehar-hari sering kita menjumpai berbagai macam penyakit yang membahayakan kehidupan manusia, salah satu penyakit yang sering kita jumpai yaitu penyakit yang berhubungan dengan jantung manusia. Penyakit yang cukup berbahaya bagi manusia yaitu salah satunya penyakit gagal jantung yang merupakan gagalnya fungsi jantung untuk memompakan darah keseluruh tubuh, gagal jantung harus segera ditangani karena apabila tidak cepat untuk ditangani maka akan berakibat fatal bagi orang tersebut.
Disfungsi mekanis jantung memiliki spektrum luas yang berkisar dari gagal jantung ringan terkompensasi sampai syok kardiogenik. Istilah gagal jantung mempunyai arti berlawanan yang cukup mengherankan, disatu pihak gagal jantung mudah dimengerti sebagai suatu sindrom klinis, tetapi dilain pihak gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis yang sangat bervariasi dan kompleks. Kompleksnya keadaan ini terbukti dari banyaknya jenis penyakit yang dapat menimbulkan gagal jantung. Gagal jantung sering ditemukan sebagai komplikasi penyakit jantung iskemik.
Disfungsi mekanis jantung dan metode bantuan sirkulasi lebih dipertimbangkan berdasarkan efek-efeknya terhadap tiga penentu utama fungsi miokardium, yaitu : beban awal (preload), kontraktilitas, dan beban akhir (afterload). Kerangka pikir ini digunakan karena gagal jantung dan respons kompensatoriknya mengakibatkan kelainan pada setiap hal ini.
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit.  Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk.  Prevalensi CHF adalah tergantung umur (age-dependent).  Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF yang meningkat juga.  Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai hipertensi akan mungkin berakhir dengan CHF.  Selain itu semakin membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.         Apa yang dimaksud dengan gagal jantung?
2.        Bagaimana terjadinya gagal jantung?
3.        Apa saja etiologi dari gagal jantung?
4.        Bagaimana patogenesis dan patofisiologi dari gagal jantung?
5.        Apa saja manifestasi klinis dari gagal jantung?
6.        Apa saja komplikasi yang disebabkan oleh gagal jantung?
7.        Bagaimana gambaran prognosis dari gagal jantung?
8.        Apa saja pemeriksaan diagnostik pada penderita gagal jantung?

1.3    Tujuan Masalah
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penyusun dalam hal atau gambaran patologi tentang penyakit gagal jantung. Serta untuk salah satu syarat dalam penugasan makalah mata kuliah Patologi tahun ajaran 2012/2013.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Definisi
Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri dari jaringan fibrosa, otot-otot jantung dan jaringan konduksi listrik. Jantung mempunyai fungsi utama untuk memompakan darah. Hal ini dapat dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung untuk memompa cukup baik, sistem katupnya sendiri serta irama pemompaan yang baik. Bila ditemukan ketidak normalan pada salah satu di atas maka akan mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan memompa.
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Ciri penting dari definisi ini adalah (1) gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, dan (2) penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada kelainan fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi kegagalan jantung sebagai suatu pompa.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan sistem kardiovaskular untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Definisi ini mencakup segala kelainan sirkulasi yang mengakibatkan tidak memadainya perfusi jaringan, termasuk perubahan volume darah, tonus vaskular, dan jantung. Gagal jantung kongestif  adalah keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dari istilah yang lebih umum yaitu kongesti sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau akibat sebab-sebab diluar jantung (misal, transfusi berlebihan atau anuria).

2.2   Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kengenital. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang (1) meningkatkan beban awal, (2) meningkatkan beban akhir, atau (3) menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF; namun jantung mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak.
Demikian juga tidak satu pun penjelasan biokimia yang diketahui berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) distrimia, (2) infeksi sistemik dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru. Distrimia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis; respons mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan dan memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.

2.3   Patogenesis dan Patofisiologi
1.3.1 Patogenesis
Gagal jantung sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD / index of event) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.
Remodeling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung asimtomatik). Sindrom gagal jantung yang simtomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan

1.3.2 Patofisiologi
Bila cadangan jantung normal untuk berespon terhadap stres tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya gagal jantung. Pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan kegagalan. Gagal jantung sangat sederhana dan dengan tepat didefinisikan pada tahun 1933 oleh Lewis sebagai kondisi dimana jantung gagal untuk mengeluarkan isinya secara adekuat. Diperkirakan bahwa 10% dari populasi lansia berusia 75 tahun mengalami beberapa derajat gagal jantung. Prognosis untuk gagal jantung lebih buruk, dan dengan pengaruh berat pada fungsi ventrikel kiri mempunyai laju mortalitas 50% dalam setahun.
Penyebab terjadinya kegagalan jantung adalah distrimia, malfungsi katup, abnormalitas otot jantung, dan ruptur miokard. Dimana ruptur miokard dibagi menjadi ruptur otot papilaris, ruptur septum interventrikular, dan ruptur ventrikel kiri.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi patofisiologi gagal jantung, yaitu :
a.      Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.


b.      Respon Kompensatorik
Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat, yaitu :
1.     Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
2.    Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensi-aidosteron
3.    Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.

c.       Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misalnya kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling.
Seperti yang diharapkan, kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
Dalam keadaan normal, katekolamin menghasilkan efek inotropik positif pada ventrikel sehingga menggeser kurva ke atas dan ke kiri. Berkurangnya respons ventrikel yang gagal terhadap rangsangan ketekolamin menyebabkan berkurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.

d.      Peningkatan Beban Awal melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensi-Aidosteron
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum Starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun, diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis adrenergik pada reseptor β di dalam aparatus jukstaglomerulus, respons reseptor makula densa terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal, dan respons baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.
Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut :
1.     Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
2.    Pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus
3.    Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin II
4.   Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
5.    Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
6.   Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul. Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah.
Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati, sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul.
Saat ini sedang diselidiki adanya peranan faktor natriuretik atrium (atrial natriuretik factor, ANF) pada gagal jantung. ANF adalah hormon yang disintesis pada jaringan atrium. Peptida natriuretik tipe B (BNP) terutama disekresi melalui ventrikel. Natriuretik peptida dilepaskan akibat meningkatnya tekanan atau volume intrakardia dan menekan sitem renin-angiotensin-aldosteron. Konsentrasi peptida dalam plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normalnya pada penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan jantung yang tidak bergejala. Hormon memberikan efek diuretik dan natriuretik dan merelaksasi otot polos. Namun demikian, efek diuretik dan natriuretik dipengaruhi faktor kompensatorik yang lebih kuat yang menyebabkan retensi garam dan air serta vasokontriksi.

e.      Hipertrofi Ventrikel
Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertropi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertropi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respons miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.

f.        Mekanisme Kompensatorik lainnya
Mekanisme lain bekerja pada tingkat jaringan untuk meningkatkan hantaran oksigen ke jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) plasma meningkat sehingga mengurangi afinitas hemoglobin dengan oksigen. Akibatnya, kurva disosiasi oksigen-hemoglobin bergeser ke kanan mempercepat pelepasan dan ambilan oksigen oleh jaringan. Ekstraksi oksigen dari darah ditingkatkan untuk mempertahankan suplai oksigen ke jaringan pada saat curah jantung rendah.

g.      Efek Negatif Respons Kompensatorik
Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan, namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala meningkatkan kerja jantung dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena serta menimbulkan gelaja dan tanda (misalnya berkurangnya jumlah keluaran urine dan kelemahan tubuh). Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis labih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.

2.4   Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatig, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan Cheyne Stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting. Sedangkan pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas, yaitu :
Kelas 1
Kelas 2

Kelas 3

Kelas 4
:
:

:

:
Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan harus tirah baring

2.5   Komplikasi
Gejala gagal jantung dapat terjadi dalam berbagai derajat beratnya penyakit. Pada infark miokard akut, gangguan jantung telah dengan mudah dan bermanfaat diklasifikasikan oleh Killip dalam empat kelas : I, tidak ada kegagalan; II, kegagalan ringan sampai sedang; III, edema pulmonal akut; dan IV, syok kardiogenik.
Pada awalnya, kegagalan ringan (Killip kelas II) dan kronik sering dicirikan dengan S3, peningkatan frekuensi jantung (biasanya irama sinus), dan kemungkinan crackles halus pasca batuk rejan (rale) pada dasar paru. Selain itu, bukti kongesti vaskular pulmonal (sering tanpa edema pulmonal) sering terlihat pada ronsenogram dada, dan distrimia mungkin ada : kontraksi atrium prematur, fibrilasi atrium, flutter atrium, takikardia atrium peroksismal, dan irama pertemuan. Pasien mungkin merasa nyaman pada istirahat atau mengalami gejala curah jantung rendah atau kongesti vaskular pulmonal. Gejala-gejala meningkat pada aktivitas.
Edema pulmonal akut (Killip kelas III) adalah situasi yang mengancam hidup yang dicirikan oleh transudasi cairan dari kapiler pulmonal ke dalam area alveolar, dengan akibat dispnea ekstrem dan ansietas. Perawatan segera diperlukan untuk menyelamatkan hidup pasien.
Syok kardiogenik (Killip kelas IV) adalah sindroma kegagalan memompa yang paling mengancam dan dihubungkan dengan mortalitas paling tinggi, meskipun dengan perawatan yang agresif. Syok kardiogenik diketahui secara klinis melalui :
-       Tekanan sistolik darah kurang dari 80 mmHg (sering tidak dapat diukur)
-       Nadi lemah yang sering cepat
-       Kulit pucat, dingin, dan berkeringat yang sering kali sianosis
-       Gelisah, kekacauan mental, dan apatis
-       Kemungkinan perubahan status mental
-       Penurunan atau tak adanya haluaran urin
Manifestasi syok ini menunjukkan ketidakadekuatan jantung sebagai pompa dan biasanya menunjukkan kerusakan dalam jumlah besar dari otot jantung (40% atau lebih massa ventrikel kiri).
Pada beberapa pasien dengan hipertensi arteri jangka panjang bermakna akan mempunyai manifestasi syok kardiogenik pada tekanan normal secara relatif. Orang ini memerlukan tekanan tinggi untuk perfusi organ vital dan mempertahankan viabilitas. Pengetahuan tentang riwayat tekanan darah sebelumnya adalah pengenalan yang sangat penting terhadap pasien. Tidak semua situasi klinis syok kardiogenik dihubungkan dengan curah jantung tidak adekuat. Tergantung pada perubahan situasi, seperti demam, curah jantung kadang-kadang mungkin normal atau bahkan meningkat.
Kegagalan untuk menurunkan mortalitas unit perawatan koroner di bawah 10% sampai 20% adaalh karena secara besar hanya bentuk perbaikan dalam penatalaksanaan dan mortalitas sindrom kegagalan memompa berat, khususnya syok kardiogenik. Laju mortalitas untuk syok kardiogenik masih pada 81%, dan lebih dari sepertiga kasus ini ditemukan pada dokumen autopsi pembuluh koroner mayor, atau kerusakan struktur miokard berat.

2.6   Prognosis
Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium.  Menurut New York Heart Assosiation (NYHA), CHF kelas I-III didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25% dan 52%.  Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%.

2.7    Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien gagal jantung berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif dimana terdapat dua kriteria, yaitu kriteria major dan kriteria minor.

Kriteria Major
·      Paroksismal nokturnal dispnea
·      Distensi vena leher
·      Ronki paru
·      Kardiomegali
·      Edema paru akut
·      Gallop S3
·      Peninggian tekanan vena jugularis
·      Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
·      Edema ekstremitas
·      Batuk malam hari
·      Dispnea d’effort
·      Hepatomegali
·      Efisi pleura
·      Penurunan kapasitas vital 1/3 dari ormal
·      Takikardia (>120/menit)

Dimana pada major atau minor penurunan BB ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
Pada pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke lardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari makalah ini kami dapat menarik kesimpulan  bahwa penyakit gagal jantung merupakan penyakit yang tergolong sangat berbahaya, karena menyerang organ vital dari tubuh manusia. Oleh karena itu harus segera ditangani, apabila tidak segera ditangani maka akan dapat menyebabkan kematian bagi penderita.

3.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, penyusun mengemukakan saran bahwa bagi penderita gagal jantung agar melakukan pemeriksaan selalu guna mengetahui sejauh mana kondisi dan seberapa parah penyakitnya.



DAFTAR PUSTAKA

Hudak dan Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar