Cari Blog Ini

Sabtu, 07 September 2013

Makalah Patologi - Gangguan Sirkulasi dan Cairan Tubuh dengan Penyakit Emboli, Aterosklerosis, Shock, dan Dehidrasi

MAKALAH MATAKULIAH
P A T O L O G I
Gangguan Sirkulasi dan Cairan Tubuh dengan Penyakit Emboli, Aterosklerosis, Shock, dan Dehidrasi
           





Disusun Oleh :
Selly Dwi Oktimerdhani
12.036


PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN
AKADEMI KEPERAWATAN

2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Keseimbangan cairan dan elektrolit mencakup komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusikan ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit menandakan cairan dan elektrolit tubuh total yang normal, demikian juga dengan distribusinya dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya. Jika salah satunya terganggu, maka demikian pula yang lainnya. Oleh karena itu, cairan dan elektrolit harus dibicarakan secara bersama.
Cairan dan elektrolit menciptakan lingkungan intraselular dan ekstraselular bagi semua sel dan jaringan tubuh, sehingga ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi pada semua golongan penyakit. Gangguan cairan dan elektrolit berkaitan dengan penyakit sistemik mayor maupun dengan beberapa penyakit sistemik minor.

1
Komponen tunggal terbesar dalam tubuh adalah air. Air adalah pelarut bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun larutan. Air tubuh total (Total Body Water,TWB)(yaitu persentase dari berat tubuh total yang tersusun atas air) jumlahnya bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, umur, dan kandungan lemak tubuh. Air membentuk sekitar 60% berat badan seorang pria dan sekitar 50% berat badan wanita. Pada orang tua, TWB menyusun sekitar 45% sampai 50% berat badan (Narins, 1994). Lemak pada dasarnya bebas air, sehingga lemak yang makin sedikit akan mengakibatkan makin tingginya persentase air dari berat badan orang itu. Sebaliknya, jaringan otot memiliki kandungan air yang tinggi. Oleh karena itu dibandingkan dengan orang kurus, orang yang gemuk mempunyai TWB yang relatif kecil dibandingkan dengan berat badannya. Wanita umumnya secara proporsional mempunyai lebih banyak lemak dan lebih sedikit otot jika dibandingkan dengan pria, sehingga jumlah TWB juga lebih sedikit dibandingkan dengan berat badannya. Orang berusia tua juga mempunyai persentase lemak tubuh yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang muda. TWB paling tinggi terdapat pada bayi baru lahir (yaitu 75% dari berat badan totalnya). Persentase ini akan cepat menurun sampai menjadi sekitar 60% pada akhir tahun pertama, dan kemudian berangsur-angsur turun sampai mencapai proporsi orang dewasa pada usia menjelang dewasa.
Berbagai membran (kapiler, sel) memisahkan cairan tubuh total ke dalam dua bagian utama. Pada orang dewasa, sekitar 40% berat badan atau dua pertiga dari TWB berada di dalam sel atau disebut sebagai cairan intraselular (intracellular fluid, ICF). Sepertiga sisa TWB atau 20% dari berat badan, berada di luar sel atau disebut sebagai cairan ekstraselular (extracellular fluid, ECF). Bagian cairan ekstraselular dibagi lagi menjadi bagian cairan interstisial-limfe (ISF) yang terletak diantara sel (15%) dan cairan intravaskular (IVF) atau plasma (5%). Selain ISF dan IVF, sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokular, dan sekresi saluran cerna, membentuk sebagian kecil (1% sampai 2% dari berat badan) dari cairan ekstraselular yang disebut sebagai cairan transelular.
Oleh karena itu, jika kebutuhan cairan dan elektrolit terganggu maka akan menyebabkan beberapa penyakit, yaitu diantaranya emboli, arteriosklerosis, shock, dan dehidrasi.
                                                                
1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.        Apa yang dimaksud dengan emboli?
2.        Apa yang dimaksud dengan arteriosklerosis?
3.        Apa yang dimaksud dengan shock?
4.        Apa yang dimaksud dengan dehidrasi?

1.3     Tujuan Masalah
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penyusun dalam hal atau gambaran patologi tentang penyakit emboli, aterosklerosis, shock, dan dehidrasi. Serta untuk salah satu syarat dalam penugasan makalah matakuliah Patologi tahun ajaran 2012/2013.

BAB II
PEMBAHASAN

1.1     Embolisme
1.1.1        Definisi
Transportasi massa fisik yang terbawa dalam aliran darah dari satu tempat ke tempat lain dan tersangkut di tempat baru dinamakan embolisme. Massa fisik itu sendiri dinamakan embolus. Emboli pada manusia yang paling sering dijumpai berasal dari trombus dan dinamakan tromboemboli. Namun, banyak zat atau benda lain yang dapat  menjadi emboli. Pecahan jaringan dapat menjadi emboli bila memasuki sistem pembuluh darah, biasanya terjadi pada trauma. Sel-sel kanker dapat menjadi emboli, dan merupakan cara penyebaran penyakit yang memperburuk keadaan pasien. Benda asing yang disuntikkan ke dalam sistem kardiovaskular dapat menjadi embolus. Tetesan cairan yang terbentuk dalam sirkulasi akibat dari berbagai keadaan atau yang masuk ke dalam sirkulasi melalui suntikan dapat menjadi embolus, bahkan gelembung gas dapat juga menjadi embolus.

1.1.2        Patogenesis, Perjalanan, dan Efek

3
Emboli dalam tubuh terutama berasal dari trombus vena, paling sering pada vena profunda di tungkai atau di panggul. Jika fragmen trombus vena ini terlepas dan terbawa aliran darah, maka fragmen tersebut akan masuk ke vena cava dan kemudian ke jantung kanan. Fragmen ini tidak tersangkut selama dalam perjalanan karena pembuluh dan ruangan jantung berukuran besar. Darah akan meninggalkan ventrikel kanan dan mengalir ke cabang utama arteri pulmonalis, kemudian ke cabang arteri pulmonalis kanan dan kiri, untuk selanjutnya ke cabang-cabang pembuluh darah yang lebih kecil. Karena keadaan anatomis ini, emboli yang berasal dari trombus vena biasanya berakhir sebagai emboli arteri pulmonalis. Jika fragmen trombus yang sangat besar menjadi embolus, maka sebagian besar suplai arteri pulmonalis dapat tersumbat dengan mendadak. Hal ini dapat menimbulkan kematian mendadak. Sebaliknya, emboli arteri pulmonalis yang lebih kecil dapat tanpa gejala, atau dapat mengakibatkan perdarahan sekunder pada paru karena kerusakan vaskular atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dari paru. Emboli paru dengan berbagai ukuran dapat ditemukan pada sejumlah besar pasien yang meninggal setelah beberapa lama berbaring di tempat tidur; kadang-kadang emboli paru mempercepat kematian pasien, kadang-kadang hanya bersifat kebetulan. Penyebaran emboli kecil paru yang berlangsung lama dapat menimbulkan penyumbatan pada pembuluh darah paru sehingga timbul pembebanan yang berlebihan dan kegagalan jantung kanan.
Emboli yang tersangkut pada sirkulasi arterial berasal dari bagian kiri sistem sirkulasi, baik dalam ruang-ruang jantung kiri atau arteri yang besar. Satu-satunya jalan bagi emboli yang berasal dari sirkulasi vena untuk tersangkut pada arteri adalah menghindari paru melalui defek dalam septum interatrial atau interventrikular jantung. Keadaan ini dinamakan embolisme paradoks dan jarang sekali ditemukan. Emboli arteri paling sering ditemukan berasal dari trombus intrakardium atau lebih jarang dari trombus mural dalam aorta atau salah satu cabangnya yang besar.
Gelembung gas pada berbagai keadaan dapat menjadi emboli. Salah satu keadaan dinamakan penyakit caisson, lebih dikenal sebagai kejang urat. Keadaan ini timbul jika seseorang tinggal di bawah tekanan atmosfer yang meningkat, seperti dalam sebuah caisson bertekanan atau di bawah air dengan perlengkapan penyelam. Pada keadaan ini makin banyak gas atmosfer yang terlarut dalam darah. Jika terjadi dekompresi yang mendadak, maka akibatnya sama seperti apa yang terlihat jika sebuah botol soda hangat tiba-tiba dibuka. Banyak sekali gelembung gas kecil timbul dalam sirkulasi dan dibawa ke berbagai tempat dalam tubuh tempat gelembung-gelembung tersebut tersangkut dalam mikrosirkulasi, dan menyumbat aliran darah ke jaringan. Kadang-kadang timbul keadaan yang sama jika udara atmosfer memasuki pembuluh vena akibat kesalahan infus intravena atau pemasangan kateter, atau kadang-kadang pada tindakan pembedahan jika harus memotong pembuluh darah besar. Pada embolisme udara masif, bolus udara yang besar dapat masuk ke bagian kanan jantung, dan pada autopsi terlihat massa busa udara yang besar dan darah yang meregangkan jantung dan pembuluh paru.
Suatu contoh embolisme tetesan cairan adalah embolisme lemak traumatik. Sesuai dengan namanya, emboli ini terdiri dari butir-butir lemak, cenderung terbentuk di dalam sirkulasi setelah terjadi trauma. Tempat penyumbatan yang sering adalah mikrosirkulasi paru. Embolisme lemak ringan sebagian besar dapat timbul setelah tindakan pembedahan tempat jaringan lemak diinsisi, hal tersebut memungkinkan bahan lipid masuk pembuluh darah. Pada keadaan seperti ini emboli kecil yang tersebar dan tersangkut dalam paru tidak menimbulkan gejala dan dapat diabaikan. Keadaan serupa timbul jika tulang patah, dan jelas disertai dengan pembebasan lipid masuk ke dalam sinusoid sumsum tulang. Emboli lemak paru yang tersebar seperti ini tidak menimbulkan gejala dan dapat diabaikan. Namun, kadang-kadang setelah cedera akibat trauma, embolisme lemak dapat masif. Tidak jelas apakah dalam keadaan ini semua tetesan lemak berasal dari trauma pada sel-sel lemak. Beberapa bukti menunjukkan bahwa pada keadaan ini lipid yang biasanya terbawa dalam aliran darah bergabung menjadi satu. Pada setiap keadaan saat terdapat embolisme lemak yang cukup masif, dapat timbul gejala kesukaran bernapas, biasanya dalam satu atau dua hari pertama setelah trauma. Pada keadaan berat, emboli tersangkut pada berbagai tempat dalam tubuh di luar paru, temasuk kulit, dan yang lebih penting pada sistem saraf pusat. Pada kedua daerah terakhir tersebut, embolus lemak mikroskopik disertai dengan perdarahan petekia. Di otak, fokus kecil nekrosis mengelilingi setiap pembuluh yang tersumbat. Pada keadaan yang jarang terjadi ini, embolisme lemak dapat mematikan, biasanya karena kerusakan otak.
           
1.2     Aterosklerosis
1.2.1        Definisi
Arteriosklerosis atau pengerasan arteri merupakan fenomena penyakit yang sangat penting disebagian besar negara maju. Istilah arteriosklerosis sebetulnya meliputi setiap keadaan pada pembuluh arteri yang mengakibatkan penebalan atau pengerasan dindingnya. Ada tiga keadaan yang umumnya tercakup di dalam arteriosklerosis, yaitu sklerosis monckeberg, arteriolosklerosis, dan aterosklerosis.
Sklerosis monckeberg melibatkan pengendapan garam-garam kalsium dalam dinding muskular arteri yang berukuran sedang. Walaupun keadaan ini dapat dideteksi secara kasar dan bahkan dapat dilihat pada film rontgen, bentuk arteriosklerosis ini secara klinis tidak penting karena endotel pembuluh yang terlibat tidak menjadi kasar dan lumennya tidak menyempit.
Arteriosklerosis menyatakan penebalan arteriol. Keadaan ini sering terdapat pada penderita tekanan darah tinggi dan dalam taraf tertentu berhubungan dengan usia tua. Jenis arteriosklerosis yang paling penting adalah aterosklerosis.
Aterosklerosis merupakan penyakit yang melibatkan aorta, cabang-cabangnya yang besar dan arteri berukuran sedang, seperti arteri yang menyuplai darah ke bagian-bagian ekstremitas, otak, jantung, dan organ dalam utama. Aterosklerosis tidak menyerang arteriol dan juga tidak melibatkan sirkulasi vena. Penyakit ini multifokal, dan lesi unit, atau ateroma (bercak aterosklerosis), terdiri dari massa bahan lemak dengan jaringan ikat fibrosa. Sering disertai endapan sekunder garam kalsium dan produk-produk darah. Bercak aterosklerotik mulai pada lapisan intima atau lapisan dalam dinding pembuluh tetapi dalam pertumbuhannya dapat meluas sampai melewati tunika media atau bagian muskuloelastika dinding pembuluh.

1.2.2        Morfologi
Lapisan endotel yang licin pada pembuluh darah merupakan perlindungan penting melawan pembentukan trombus, sehingga mudah dimengerti mengapa aterosklerosis mempunyai kecenderungan besar menjadi trombosis arteri. Pada pembuluh besar seperti aorta, ateroma yang banyak dan berat umumnya tidak mengakibatkan penyumbatan lumen tetapi hanya menyebabkan permukaan endotel menjadi kasar. Dalam pembuluh yang lebih kecil, ateroma dapat benar-benar berupa lingkaran yang mengakibatkan penyempitan lumen yang nyata.

1.2.3        Etiologi dan Insiden
Perkembangan aterosklerosis disebabkan oleh banyak faktor, dan karena itu tidak mungkin menyebut faktor etiologi tunggal atau dominan. Berbagai faktor yang menyokong perkembangan aterosklerosis tersebar luas pada penduduk di negara-negara maju, sehingga hanya anak-anak yang terhindar dari penyakit ini. Ternyata, pada autopsi yang dilakukan pada orang dewasa muda yang meninggal akibat trauma sering menunjukkan adanya lesi aterosklerosis, yang kadang-kadang sudah sangat berat. Endapan lemak paling dini dapat terlihat pada anak-anak kecil dan cenderung bertambah dengan meningkatnya usia. Laju peningkatan ukuran dan jumlah ateroma dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor genetik penting dan aterosklerosis serta komplikasinya cenderung terjadi dalam keluarga. Seseorang dengan kadar kolesterol serum yang tinggi dan pada penderita diabetes melitus akan lebih mudah mendapatkan aterosklerosis. Tekanan darah merupakan faktor penting bagi insiden dan beratnya aterosklerosis. Pada umumnya penderita hipertensi akan menderita aterosklerosis lebih awal dan lebih berat. Dan beratnya penyakit berhubungan dengan tekanan darah, walaupun dalam batas normal. Aterosklerosis tidak terlihat pada arteria pulmonalis karena mempunyai tekanan yang rendah, kecuali jika tekanannya meningkat secara abnormal, keadaan ini dinamakan hipertensi pulmonal. Faktor resiko lain di dalam perkembangan aterosklerosis adalah merokok. Merokok meupakan faktor lingkungan utama yang menyebabkan aterosklerosis menjadi semakin buruk. Cara yang tepat untuk mengetahui berbagai faktor penyokong patogenesis lesi aterosklerosis belum diketahui sepenuhnya.

1.2.4        Efek
Akibat aterosklerosis sebagian tergantung pada ukuran arteri yang terserang. Jika arteri berukuran sedang, seperti cabang utama arteria koronaria, dengan garis tengah lumen beberapa milimeter, aterosklerosis lambat laun dapat mengakibatkan penyempitan atau obstruksi total lumen.
Berbeda dengan perkembangan penyumbatan yang lambat ini, komplikasi aterosklerosis dapat mengakibatkan penyumbatan mendadak. Salah satu keadaan seperti ini adalah pembentukan trombus yang bertumpuk pada lapisan intima yang kasar, yang ditimbulkan oleh plak aterosklerosis. Trombosis cenderung menimbulkan penyumbatan dalam arteri ukuran kecil atau ukuran sedang, tetapi mungkin juga terdapat dalam bentuk endapan tipis pada dinding pembuluh besar seperti aorta. Komplikasi lain aterosklerosis adalah perdarahan di pusat plak yang lunak. Pada sebuah pembuluh dengan ukuran sebesar arteria koronaria perdarahan tersebut dapat mengakibatkan pembengkakan plak disertai penyumbatan lumen yang mendadak. Komplikasi lain yang dapat mengakibatkan penyumbatan arteri akut adalah ruptur bercak disertai pembengkakan kandungan lipid yang lunak ke dalam lumen dan penyumbatan pada bagian bawah pembuluh yang lebih sempit. Akhirnya, jika cukup luas dan berat, lesi aterosklerosis itu dapat menembus dinding muskularis dan dinding elastis (tunika media) dinding arteri, sehingga melemahkan dinding tersebut. Pada aorta abdominalis, tempat yang paling sering terjadi aterosklerosis yang berat, kerusakan tunika media seperti ini dapat mengakibatkan terbentuknya aneurisma aterosklerosis yang merupakan penggelembungan dinding arteri yang lemah. Walaupun trombus dapat terbentuk dalam aneurisma seperti ini akibat pusaran abnormal dari darah dan akibat intima yang kasar, tetapi komplikasi aneurisma yang paling berbahaya adalah terjadinya ruptur disertai perdarahan.

1.3     Shock
1.3.1         Definisi
Shock adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi akibat disparitas (ketidakseimbangan) antara volume darah dengan ruang susunan vaskuler. Gejala-gejala shock ditandai dengan rasa lesu dan lemas, kulit yang basah (keringat), kesadaran menurun, kolaps vena (terutama vena-vena superfisial), kepucatan, nadi cepat dan lemah, tachicardia (tekanan nadi tidak normal), pernapasan dangkal (sesak nafas), tekanan darah rendah (hipotensi), oliguria dan kadang-kadang disertai muntah yang berwarna seperti air kopi akibat perdarahan dalam lambung (hematemesis).
Shock adalah kondisi medis yang mengancam nyawa dengan mana tubuh menderita dari aliran darah yang tidak cukup diseluruh tubuh. Shock seringkali menemani luka atau penyakit yang parah. Guncangan medis atau medical shock adalah keadaan darurat medis dan dapat menjurus pada kondisi-kondisi lain seperti kekurangan oksigen dalam jaringan-jaringan tubuh (hypoxia), serangan jantung (cardiac arrest) atau kerusakan organ. Ia memerlukan perawatan segera karena gejala-gejala dapat memburuk secara cepat.
Medical shock adalah berbeda daripada shock emosional atau shock psikologi yang dapat terjadi setelah kejadian emosional yang traumatik atau menakutkan.

1.3.2         Tipe-Tipe Shock
Shock dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1.    Septic shock berakibat dari penggandaan bakteri dalam darah dan pelepasan racun-racunnya. Penyebab-penyebab umum dari ini adalah pneumonia, infeksi-infeksi dalam perut (seperti pecahnya usus buntu) dan meningitis.
2.    Anaphylactic shock adalah tipe dari hipersensitivitas yang parah atau reaksi alergi yang parah. Penyebab-penyebab termasuk alergi pada sengatan-sengatan serangga, obat-obat atau makanan-makanan (kacang-kacang, berries, seafood) dll.
3.    Cardiogenic shock terjadi ketika jantung rusak dan tidak mampu untuk mensuplai darah yang cukup ke tubuh. Ini dapat menjadi hasil akhir dari serangan jantung atau gagal jantung kongestif.
4.    Hypovolemic shock disebabkan oleh kehilangan darah dan cairan yang parah, seperti dari luka tubuh yang traumatik, yang membuat jantung tidak mampu untuk memompa cukup darah ke tubuh.
5.    Neurogenic shock disebabkan oleh luka sumsum tulang belakang (spinal cord), biasanya sebagai akibat dari kecelakaan atau luka traumatik.

1.3.3         Penyebab Shock
Ada beberapa penyebab-penyebab utama dari shock, yaitu :
1.        Kondisi jantung (serangan jantung, gagal jantung)
2.        Perdarahan dalam atau luar yang berat, seperti dari luka yang serius
3.        Dehidrasi
4.        Infeksi
5.        Reaksi alergi yang parah
6.        Luka-luka tulang belakang (spine)
7.        Luka-luka bakar
8.        Muntah atau diare yang sering
Tanda-tanda dan gejala-gejala shock
1.      Tekanan darah rendah (hipotensi) adalah tanda kunci dari shock.
2.      Pernapasan yang cepat dan dangkal
3.      Kedinginan, kulit yang basah keringat
4.      Nadi yang cepat dan lemah
5.      Kepeningan atau pingsan
6.      Kelemahan
7.      Mata-mata nampak membelalak
8.      Ketakutan atau agitasi
9.      Kebingungan atau tidak merespon
10.  Pengeluaran urin yang rendah atau tidak ada
11.  Bibir-bibir dan jari-jari tangan yang kebiruan (sianosis)
12.  Berkeringat
13.  Nyeri dada

1.3.4         Perawatan
Perawatan pada pasien shock tergantung pada tipe atau penyebab shock. Pada umumnya, fluid resuscitation (memberikan jumlah cairan yang besar untuk menaikkan tekanan darah dengan cepat) dengan IV (intravena) dalam ambulan atau kamar, dalam keadaan darurat adalah perawatan garis pertama untuk semua tipe-tipe shock. Dokter juga akan memasukkan obat-obatan seperti epinephrine, norepinephrine atau dopamine ke dalam cairan untuk mencoba menaikkan tekanan darah pasien untuk memastikan aliran darah ke organ-organ vital berjalan dengan lancar. Test laboratorium (contohnya x-rays, tes darah, EKGs) akan menentukan penyebab yang mendasari shock dan mengungkap keparahan dari penyakit pasien.
Septic shock dirawat dengan pemasukan segera antibiotik tergantung pada sumber dan tipe dari infeksi yang mendasarinya. Pasien-pasien ini seringkali terdehidrasi dan memerlukan jumlah cairan yang besar untuk meningkatkan dan memelihara tekanan darah.
Anaphylactic shock dirawat dengan diphenhydramine (Benadryl), epinephrine, obat-obat steroid methylprednisolone (Solu-Medrol) dan adakalanya obat-obat H2-Blocker [contohnya, famotidine (Pepcid), cimetidine (Tagamet), dll.].
Cardiogenic shock dirawat dengan mengidentifikasi dan merawat penyebab yang mendasarinya. Pasien dengan serangan jantung mungkin memerlukan prosedur operasi yang disebut cardiac catheterization (kateterisasi kardiak) untuk membuka halangan arteri. Pasien dengan gagal jantung kongestif mungkin memerlukan obat-obatan untuk mendukung dan meningkatkan kekuatan dari denyutan jantung. Pada kasus-kasus yang parah atau berkepanjangan, transplantasi jantung mungkin adalah perawatan satu-satunya.
Hypovolemic shock dirawat dengan cairan-cairan (saline) pada kasus-kasus minor. Namun, mungkin memerlukan beberapa kali transfusi darah pada kasus-kasus yang parah. Penyebab yang mendasari perdarahan harus juga diidentifikasi dan dikoreksi.
Neurogenic shock adalah yang paling sulit untuk dirawat. Kerusakan pada sumsum tulang belakang (spinal cord) seringkali tidak dapat dibalikkan dan menyebabkan persoalan dengan fungsi pengaturan alamiah tubuh. Disamping cairan-cairan dan pengamatan, immobilization (menahan spine dari gerakan), obat anti peradangan seperti steroids, dan adakalanya operasi adalah bagian-bagian utama dari perawatan.
Beberapa hal yang bisa dilakukan di rumah untuk perawatan pasien shock yaitu :
1.    Panggil 911 untuk pemberian medis segera setiap waktu seseorang mempunyai gejala-gejala shock. Jangan menunggu sampai gejala-gejala memburuk sebelum memanggil bantuan. Dampingi orang itu sampai bantuan tiba.
2.    Ketika menunggu bantuan atau dalam perjalanan ke unit gawat darurat, periksa saluran udara, pernapasan, dan sirkulasi orang itu. Lakukan CPR jika anda terlatih. Jika orang itu bernapas sendiri, terus menerus memeriksa pernapasan setiap lima menit sampai bantuan tiba.
3.    Baringkan orang itu diatas punggungnya dengan kaki terangkat diatas kepala (jika menaikkan kaki menyebabkan nyeri atau luka, pertahankan orang itu rata) untuk meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Jangan menaikkan kepala.
4.    Jangan menggerakan seseorang yang mempunyai luka spine yang telah diketahui atau dicurigai.
5.    Pertahankan orang itu hangat dan nyaman. Longgarkan baju-baju yang ketat dan tutupi mereka dengan selimut.
6.    Jangan memberikan cairan melalui mulut, bahkan jika orang itu mengeluh kehausan. Karena beresiko tersedak dalam kejadian kehilangan kesadaran yang tiba-tiba.
7.    Berikan bantuan pertama yang tepat untuk segala luka-luka.

1.3.5         Pencegahan
Hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan terjadinya shock yaitu :
1.    Pelajari cara-cara untuk mencegah penyakit jantung, luka-luka, dehidrasi dan penyebab-penyebab lain dari shock.
2.    Jika anda mempunyai alergi yang diketahui, bawa epinephrine pen, yang dapat diresepkan oleh dokter anda.

1.3.6         Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab dari shock, kesehatan keseluruhan pasien, dan kecepatan perawatan dan kesembuhan. Umumnya, hypovolemic shock dan anaphylactic shock merespon baik pada perawatan medis jika dimulai dengan awal.
Septic shock adalah kondisi serius yang dapat mempunyai angka kematian dari 40%-75% menurut beberapa perkiraan. Segera setelah infeksi dirawat dan diberikan terapi cairan, lebih besar kesempatan untuk tertolong.
Cardiogenic shock mempunyai prognosis yang buruk, dengan hanya 1/3 dari pasien yang selamat. Karena tipe shock ini berakibat dari luka atau disfungsi jantung adalah seringkali sulit untuk merawat dan mengatasinya.
Spinal shock juga mempunyai prognosis yang sangat buruk karena sumsum tulang belakang (spinal cord) menengahi begitu banyak fungsi tubuh yang penting. Sementara ini tersedia sedikit perawatan-perawatan efektif namun penelitian medis sedang membuat kemajuan dalam perawatan luka spine (tulang belakang).

1.4     Dehidrasi
1.4.1        Definisi
Dehidrasi ialah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disertai output yang melebihi intake  sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang terutama ialah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Ketika keseimbangan cairan dalam tubuh mulai terganggu, misalnya rasa haus akan muncul. Tubuh lalu menghasilkan hormon anti-diuretik (ADH) untuk mereduksi produksi urine di ginjal. Tujuannya menjaga agar cairan yang keluar tidak banyak. Sehingga tubuh akan langsung merespons dehidrasi awal (kehilangan sekitar 2% cairan tubuh). Mulanya ditandai dengan gejala rasa haus yang teramat sangat.  Mulut dan lidah kering,  produksi air liur pun berkurang. Produksi kencing pun menurun. Apabila hilangnya air meningkat menjadi 3%-4% dari berat badan, maka akan terjadi penurunan gangguan performa tubuh. Suhu tubuh menjadi panas dan naik, biasanya diikuti meriang. Tubuh menjadi sangat tidak nyaman. Nafsu makan hilang, kulit kering dan memerah, dan muncul rasa mual. Ketika cairan yang hilang mencapai 5%-6% dari berat badan, frekuensi nadi meningkat, dan denyut jantung menjadi cepat. Frekuensi pernapasan juga makin tinggi dan diikuti napas jadi memburu. Yang terjadi selanjutnya adalah penurunan konsentrasi, sakit kepala, mual, dan rasa mengantuk yang teramat sangat. Kehilangan cairan tubuh 10% - 15% dapat menyebabkan otot menjadi kaku, kulit keriput, gangguan penglihatan, gangguan buang air kecil, dan gangguan kesadaran. Dan apabila mencapai lebih dari 15% akan mengakibatkan kegagalan multiorgan dan mengakibatkan kematian. Air yang kita minum umumnya cukup untuk mengganti cairan yang hilang saat beraktivitas normal seperti bernapas, berkeringat, buang air kecil, atau buang air besar.
Dehidrasi dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1.    Dehidrasi hipertonik, yaitu hilangnya air lebih banyak dari natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (≥145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (≥285 mmol/liter).
2.    Dehidrasi isotonik, yaitu hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama. Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mmol/liter).
3.    Dehidrasi hipotonik, yaitu hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air. Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (≤135mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (≤270 mmol/liter).

1.4.2        Penyebab Dehidrasi
Pada umumnya dehidrasi disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1.    Mengalami sakit diare
Pada kondisi sakit ini manusia sering mengeluarkan cairan dari lubang anus yang bercampur dengan feses yang mengakibatkan turunnya cairan tubuh, nampak jelas saat penderita diare membutuhkan banyak minum.
2.    Muntah
Jika pasien masuk angin mungkin pasien akan mengalami muntah dimana cairan akan keluar bersama dengan makanan yang dicerna oleh perut.
3.    Mengeluarkan banyak keringat
Saat kita berolah raga atau bepergian dengan jalan kaki jelas kita harus membawa persediaan air sebagai pengganti cairan tubuh , karena keringat juga cairan tubuh yang terbuang melalui media kulit.
4.    Mengidap penyakit diabetes
Pada pasien yang menderita diabetes, jika diperhatikan pasien akan sering buang air kecil , karena memang zat gula sering keluar bersama urin. Terlalu banyak kencing juga dapat menyebabkan dehidrasi.
5.    Adanya luka bakar di sekujur tubuh
Saat mengalami luka bakar serius di seluruh bagian tubuh, maka kulit akan mengeluarkan cairan yang membantu menahan serangan benda asing dari luar selain itu juga berfungsi mengembalikan kondisi kulit pada keadaan semula, pada kondisi ini tentunya akan dibutuhkan banyak sekali cairan karena kulit yang terbakar juga banyak.


1.4.3        Gejala Dehidrasi
Ada beberapa gejala dehidrasi yang bisa dilihat dengan jelas, yaitu :
1.    Air mata yang berkurang
2.    Tidak mudah berkeringat
3.    Mulut yang terlihat kering
4.    Otot menjadi kaku
5.    Merasa mual sampai dengan muntah
6.    Kepala menjadi sangat ringan saat berdiri

1.4.4        Mengatasi Dehidrasi
Tubuh manusia yang pada dasarnya 75% adalah cairan, tentunya air menjadi faktor penting, banyak minum paling tidak delapan gelas perhari bisa menjadi alternatif bagi penderita yang sering berolahraga ataupun traveling dengan jalan kaki.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Semua sel dan jaringan tubuh manusia terendam dalam cairan yang memiliki komposisi kimia serupa dengan air laut. Hal ini mencerminkan awal evolusi manusia. Agar fungsi sel dapat berlangsung normal, komposisi cairan ini harus relatif konstan. Keseimbangan yang dinamis atau homeostatis dari air, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa dalam tubuh dipelihara melalui mekanisme faal kompleks yang melibatkan banyak sistem tubuh lain.
Gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa sering merupakan dasar penyebab suatu penyakit yang pada akhirnya menyebabkan gangguan sistemik. Cara terbaik untuk dapat mengenali dan mengatasi gangguan ini adalah dengan memahami faal normal cairan dan elektrolit beserta mekanisme patofisiologi yang mendasarinya.

3.2  Saran
Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, penyusun mengemukakan saran bahwa kita harus menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa di dalam tubuh kita. Agar tidak terjadi penyakit akibat ketidakseimbangan cairan.